Ayo berpartisipasi untuk menyelamatkan bumi dari badai matahari
tvOne
Tak hanya Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) yang bisa berinisatif meluncurkan roket untuk mengantisipasi efek badai Matahari. Kita pun bisa berpartisipasi menyelamatkan Bumi. Caranya? Ada banyak laman yang yang memberikan kesempatan pada Anda untuk menyelamatkan dunia, salah satunya www.solarstormwatch.com.
Laman itu memberi kesempatan pada user untuk membantu pada ilmuwan menemukan lokasi badai Matahari -- sebelum menimbulkan kerusakan di Bumi. Laman ini dibangun atas kerjasama Royal Observatory Greenwich, Dewan Fasilitasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Laboratorium Rutherford Appleton dan situs Zooniverse.
"Ketika Anda melihat langsung ke arah Matahari, tentu saja itu terlalu terang bagi mata untuk melihat dengan benar," kata Dr Marek Kukula dari Royal Observatory seperti dimuat laman BBC. Matahari hanya bisa diamati dengan instrumen khusus dan teleskop. Sejauh ini NASA sudah memonitor Matahari menggunakan dua pesawat ruang angkasa yang disebut 'Stereo'. Roket ini menghasilkan gambar - gambar situasi terakhir Matahari.
Namun, jumlah data yang luar biasa banyak membuat ilmuwan NASA tidak mampu untuk menganalisa data serinci mungkin. Mereka membutuhkan bantuan para pengguna internet. Para pengguna laman stormwatch bisa mengakses gambar 3D yang dihasilkan Stereo. Namun, para user harus menjalani pelatihan singkat tentang identifikasi badai matahari. Pelatihan dasar menggunakan gambar matahari berwarna.
Jika dinyatakan lolos, user akan dilatih menggunakan gambar dari satelit Stereo yang hitam putih bintik-bintik -- seperti gambar TV rusak. Para user juga dibekali sejumlah pengetahuan, termasuk cara membedakan komet, halo, maupun debu Matahari. "Sekecil apapun informasi sangat penting artinya," tambah Kukula.
"Saya sudah bicara dengan beberapa ilmuwan yang terlibat dan mereka semua setuju bahwa meskipun Anda log-on dan hanya melakukan pengamatan selama beberapa jam, lalu bosan dan tidak pernah menyentuhnya lagi-- itu semua sangat berguna dan membantu," lanjut dia.
Menurut ilmuwan, Chris Davis, akan ada 100.000 foto yang diterima dari Stereo dalam waktu dua setengah tahun. "Kami membutuhkan sebanyak mungkin orang untuk menelaah data itu. Sebab, pendapat satu orang sifatnya baru opini," kata dia, seperti dimuat laman Storm Watch.
Badai Matahari akan menimbulkan ledakan besar yang melontarkan miliaran ton materi ke angkasa luar. Kalau itu menyentuh bumi, saat itulah masalah terjadi. Semburan radiasi dari Matahari dapat melumpuhkan sistem telekomunikasi, menyebabkan kerusakan dan bahkan membahayakan kehidupan (VIVAnews).
Sunday, March 14, 2010
Ayo Selamatkan Bumi Kita
Penulis membaca dari suatu media yang mangat menarik, yang memberitakan sebagai berikut:
Masalah badai matahari menjadi salah satu bahasan pada "International Symposium on South East Asia Pacific Environment Problem and Satelite Remote Sensing", di kampus Pascasarjana Unud yang berlangsung dua hari yang dihadiri sekitar 150 peserta kalangan ahli perikanan dan kelautan dunia.
Menurut Clara Yono, sehubungan sempat merebaknya isu kiamat terkait badai matahari itu, Lapan terus menyebarkan pengetahuan mengenai dampak aktivitas matahari tersebut kepada masyarakat luas. Dengan demikian, diharapkan masyarakat lebih paham mengenai dampak yang mungkin ditimbulkan dan bisa diambil langkah antisipasi yang tepat akibat fenomena cuaca antariksa 2012 hingga 2015 tersebut.
Dijelaskan, aktivitas matahari yang melontarkan miliaran ton partikel, plasma berenergi tinggi dan radiasi gelombang elektromagnetik, sebenarnya memiliki siklus atau tidak diam. "Ledakan-ledakan matahari bisa sampai ke bumi. Selain itu matahari punya berbagai aktivitas, seperti medan magnet, bintik matahari, flare (ledakan matahari), lontaran massa korona, angin surya dan partikel magnetik," kata alumnus Astronomi ITB 1989 itu.
Lapan telah memperkirakan, puncak aktivitas matahari terjadi pada 2012 hingga 2015. Pada puncak siklus itu aktivitas matahari akan tinggi dan terjadi badai matahari.
Disinggung seberapa besar volume partikel berenergi tinggi atau ledakan yang terjadi, Clara menyatakan, belum bisa dipastikan terkait berapa lama dan kapan terjadinya. "Yang bisa saya katakan di sini, badai matahari terjadi dalam beberapa menit atau beberapa jam. Sangat variatif dan tidak bisa dipastikan kapan terjadi. Diprediksi tahun 2012 hingga 2013," paparnya.
Di beberapa belahan dunia, siklus matahari terjadi 11 tahunan dan kini matahari berada pada siklus ke-24. Hal itu pernah menimbulkan dampak serius terhadap sistem jaringan listrik seperti terjadi di Kanada dan Jepang pada tahun 1989 dan di Swedia tahun 2003.
Selain berdampak pada peralatan dan sitem komunikasi, badai matahari juga berkontribusi terhadap perubahan iklim. Sebab jika terjadi peningkatan aktivitas matahari, maka mengakibatkan matahari akan memanas. "Suhu bumi akan meningkat tajam, dan iklim berubah. Dampak ekstrimnya menyebabkan kemarau panjang. Namun hal itu masih dalam kajian para peneliti," jelasnya.
Alumnus Astronomi Tohoko University Jepang itu menegaskan, bahwa tidak benar akan terjadi kiamat seperti film 2012. "Film itu sepertinya ilmiah, namun sebenarnya hanya hiburan saja," ucap Clara.
Acara Simposium sendiri digelar oleh Center for Remote Sensing dan Ocean Sciences (Cresos) yang dihadiri dari kalangan perguruan tinggi dalam dan luar negeri, seperti dari Jepang dan Rusia, BPPT dan institusi lainnya
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) mengingatkan masyarakat untuk tetap tenang, sehubungan prediksi munculnya badai matahari tahun 2012-2015, karena tidak akan mengancam keselamatan manusia dan bukan pertanda kiamat, seperti yang sempat diisukan.
"Hasil pengamatan kami, badai matahari tidak akan langsung menghancurkan peradaban dunia. Efek langsungnya akan dirasakan pada teknologi tinggi seperti satelit, dan komunikasi radio. Jadi bukan pertanda kiamat," kata Kepala Bidang Aplikasi Geomagnet dan Magnet Antariksa Lapan, Clara Yono Yatini di Universitas Udayana Denpasar, Selasa (9/3). Masalah badai matahari menjadi salah satu bahasan pada "International Symposium on South East Asia Pacific Environment Problem and Satelite Remote Sensing", di kampus Pascasarjana Unud yang berlangsung dua hari yang dihadiri sekitar 150 peserta kalangan ahli perikanan dan kelautan dunia.
Menurut Clara Yono, sehubungan sempat merebaknya isu kiamat terkait badai matahari itu, Lapan terus menyebarkan pengetahuan mengenai dampak aktivitas matahari tersebut kepada masyarakat luas. Dengan demikian, diharapkan masyarakat lebih paham mengenai dampak yang mungkin ditimbulkan dan bisa diambil langkah antisipasi yang tepat akibat fenomena cuaca antariksa 2012 hingga 2015 tersebut.
Dijelaskan, aktivitas matahari yang melontarkan miliaran ton partikel, plasma berenergi tinggi dan radiasi gelombang elektromagnetik, sebenarnya memiliki siklus atau tidak diam. "Ledakan-ledakan matahari bisa sampai ke bumi. Selain itu matahari punya berbagai aktivitas, seperti medan magnet, bintik matahari, flare (ledakan matahari), lontaran massa korona, angin surya dan partikel magnetik," kata alumnus Astronomi ITB 1989 itu.
Lapan telah memperkirakan, puncak aktivitas matahari terjadi pada 2012 hingga 2015. Pada puncak siklus itu aktivitas matahari akan tinggi dan terjadi badai matahari.
Disinggung seberapa besar volume partikel berenergi tinggi atau ledakan yang terjadi, Clara menyatakan, belum bisa dipastikan terkait berapa lama dan kapan terjadinya. "Yang bisa saya katakan di sini, badai matahari terjadi dalam beberapa menit atau beberapa jam. Sangat variatif dan tidak bisa dipastikan kapan terjadi. Diprediksi tahun 2012 hingga 2013," paparnya.
Di beberapa belahan dunia, siklus matahari terjadi 11 tahunan dan kini matahari berada pada siklus ke-24. Hal itu pernah menimbulkan dampak serius terhadap sistem jaringan listrik seperti terjadi di Kanada dan Jepang pada tahun 1989 dan di Swedia tahun 2003.
Selain berdampak pada peralatan dan sitem komunikasi, badai matahari juga berkontribusi terhadap perubahan iklim. Sebab jika terjadi peningkatan aktivitas matahari, maka mengakibatkan matahari akan memanas. "Suhu bumi akan meningkat tajam, dan iklim berubah. Dampak ekstrimnya menyebabkan kemarau panjang. Namun hal itu masih dalam kajian para peneliti," jelasnya.
Alumnus Astronomi Tohoko University Jepang itu menegaskan, bahwa tidak benar akan terjadi kiamat seperti film 2012. "Film itu sepertinya ilmiah, namun sebenarnya hanya hiburan saja," ucap Clara.
Acara Simposium sendiri digelar oleh Center for Remote Sensing dan Ocean Sciences (Cresos) yang dihadiri dari kalangan perguruan tinggi dalam dan luar negeri, seperti dari Jepang dan Rusia, BPPT dan institusi lainnya
Subscribe to:
Posts (Atom)