Bagaimana tidak, seorang teman di facebook, Coen Husain Pontoh, menuliskan keluh kesahnya di statusnya. “Keponakan saya keterima di salah satu universitas terkemuka di pulau Jawa melalui jalur “undangan.” Tapi untuk bisa masuk kuliah ia pertama kali harus bayar Rp. 40 juta kontan,” tulisnya, “Kampusnya terkenal sebagai kampus rakyat, namanya: Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta,” (http://www.facebook.com/home.php#!/coenhusainpontoh/posts/10150185073318500)

Apa ini artinya? Artinya, jika kita anak seorang buruh yang gajinya sesuai upah minimum atau 2 kalinya upah minimum yang ditetapkan pemerintah, maka kita dilarang untuk menjadi mahasiswa. Kampus hanya untuk orang kaya. Orang miskin, dilarang masuk kampus untuk belajar.
Yang boleh belajar di kampus adalah orang-orang kaya. Sementara jika pendidikan tinggi adalah salah satu pintu masuk untuk merubah kehidupan agar lebih baik, maka pintu itu sekarang sudah berlahan-lahan ditutup. Yang kaya makin kaya dan yang miskin tetaplah miskin.
Tak peduli di negeri yang mengklaim berdasarkan Pacasila, yang berdasarkan Ketuhanan, Kamanusiaan dan Keadilan Sosial. Yang jelas di negeri ini, anak orang miskin silahakan minggir dari pendidikan tinggi. “Salah sendiri loe miskin, orang miskin, mampus aja loe,” mungkin itu kata-kata yang muncul di pikiran, hati dan lisan para petinggi negeri ini yang membiarkan komersialisasi pendidikan semakin menggila..
Nak, urungkan niatmu jadi sarjana ya…
Sudah jangan menangis terus, Nak…Mungkin kita hidup di negeri yang salah…Di negeri yang menganggap orang-orang miskin hanya sekedar angka bukan warga negara…
Sumber dari kompasiana. Penulis oleh Daus.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih Atas Komentarnya (Thanks for comments)